5 Jenis Tes untuk Mendiagnosis TBC

Penyakit Umum May 29, 2024 Penulis : Mirna S
5 Jenis Tes untuk Mendiagnosis TBC

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Untuk mendeteksi dan mendiagnosis TBC secara tepat, berbagai jenis tes dapat dilakukan.

Tes-tes TBC ini memiliki jenis sampel, metode pengambilan sampel, durasi proses analisis, dan tingkat akurasi yang berbeda-beda. Penting untuk mengenali berbagai jenis tes TBC yang tersedia, serta memahami arti dari hasil yang diperoleh, guna memastikan deteksi dini dan pengobatan TBC yang efektif.

Apa Tujuan Pemeriksaan TBC?

Tujuan pemeriksaan tuberkulosis (TBC) adalah untuk mendeteksi infeksi Mycobacterium tuberculosis, membedakan antara TBC laten dan aktif, mencegah penyebaran infeksi, menentukan rencana pengobatan yang tepat, mendeteksi resistensi obat, serta memantau respons pasien terhadap pengobatan. Pemeriksaan ini penting untuk diagnosis dini, pengobatan yang efektif, dan pencegahan penyebaran penyakit.

Sebagian besar orang mungkin pernah terpapar bakteri TBC, tetapi tidak menunjukkan gejala karena bakteri dalam keadaan laten (tidur). Namun, sekitar 10% dari mereka yang terinfeksi bisa mengalami TB paru aktif. Oleh karena itu, pemeriksaan rutin penting untuk mendeteksi perkembangan penyakit.

5 Jenis Tes dalam Pemeriksaan TBC

Jika Anda atau tim medis mencurigai adanya infeksi TBC di dalam tubuh, pemeriksaan fisik awal akan dilakukan sebelum memulai pengobatan. Dokter akan memulai proses diagnosis TBC dengan menanyakan faktor risiko, seperti riwayat perjalanan ke daerah endemik TBC, kontak dengan pasien TBC, serta memeriksa kondisi kesehatan tertentu yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh Anda.

Apabila dugaan infeksi TBC muncul, beberapa tes tambahan dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis. Berikut adalah beberapa prosedur pemeriksaan yang umum dilakukan untuk membantu mendiagnosis TBC, antara lain:

1. Tes Mantoux (Tes Kulit TB)

Tes mantoux merupakan salah satu prosedur pemeriksaan TBC yang paling sering digunakan di Indonesia, terutama untuk anak-anak. Tes mantoux bertujuan untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi bakteri penyebab TBC atau tidak.

Prosedur tes mantoux ini dilakukan oleh dokter dengan cara menyuntikkan cairan yang mengandung protein TB ke kulit lengan bawah pasien. Setelah 48–72 jam, dokter akan memeriksa reaksi di area suntikan tersebut.

Hasil tes mantoux dikatakan negatif jika tidak ada benjolan keras atau jika benjolan yang muncul berukuran kurang dari 5 mm. Jika terdapat benjolan atau bengkak merah dengan diameter lebih dari 10 mm, hasil tes dinyatakan positif.

Namun, hasil negatif tidak selalu menandakan seseorang bebas TBC, dan hasil positif juga tidak selalu berarti pasti menderita TBC. Terkadang, tes ini bisa menghasilkan negatif palsu atau positif palsu, misalnya pada orang yang pernah mendapatkan vaksin BCG.

2. Tes Cepat Molekuler (TCM TB)

Tes TCM TB direkomendasikan oleh WHO dan Kemenkes Indonesia untuk mendiagnosis TBC pada orang dengan gejala TBC aktif. TCM TB juga digunakan untuk menilai apakah bakteri TBC masih sensitif terhadap obat rifampicin.

Tes TCM TB lebih cepat daripada tes mantoux, dengan hasil yang bisa diperoleh dalam waktu sekitar 2 jam, serta memiliki akurasi yang lebih baik. Tes TCM TB ini tersedia di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas.

Untuk melakukan TCM TB, sampel dahak biasanya diperlukan. Jika dahak sulit diperoleh, sampel bilasan lambung atau feses bisa digunakan. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium.

Jika hasil TCM TB positif pada pasien dengan gejala TBC aktif, diagnosis TBC dapat ditegakkan. Jika hasilnya negatif, dokter mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan lain, seperti analisis dahak dengan mikroskop.

3. Pemeriksaan Sampel Dahak

Tes ini juga umum digunakan untuk mendiagnosis TBC pada pasien dengan gejala TBC aktif atau mereka yang berisiko tinggi. Dalam tes ini, pasien diminta mengumpulkan dahak dari paru-paru ke dalam wadah khusus untuk dianalisis di laboratorium. Hasil tes positif jika ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam sampel dahak.

4. Tes IGRA (Interferon Gamma Release Assay)

Interferon gamma release assay (IGRA) adalah tes TBC yang menggunakan sampel darah untuk menilai apakah ada reaksi antibodi terhadap bakteri TBC.

Tes IGRA membantu mendiagnosis TBC laten, yaitu TBC tanpa gejala, namun tidak digunakan untuk mendiagnosis TBC aktif. Hasil tes IGRA bisa diperoleh dalam 24–48 jam, namun biayanya mahal dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tertentu.

Tes IGRA ini kurang akurat untuk populasi yang tinggal di daerah endemik TBC, termasuk Indonesia, sehingga tidak dianjurkan untuk tes skrining TBC dan diagnosis TBC aktif.

5. Rontgen Dada

Rontgen dada digunakan untuk memantau kondisi jaringan paru-paru dan saluran napas pada pasien TBC. Jaringan paru-paru yang terinfeksi TBC akan menunjukkan bintik atau bercak putih pada gambar rontgen. Rontgen dada biasanya dianjurkan untuk kasus TBC pada anak-anak. Namun, tes ini tidak dapat mendeteksi TBC paru pada tahap awal.

Siapa Saja yang Perlu Melakukan Pemeriksaan TBC?

Menurut CDC, ada beberapa kelompok orang yang disarankan untuk menjalani pemeriksaan TBC, terutama jika mereka memiliki faktor risiko tertentu atau kondisi kesehatan yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Berikut adalah kategori orang yang perlu menjalani pemeriksaan TBC, antara lain:

  • Orang yang tinggal atau sering berinteraksi dengan penderita TBC: Kontak erat dengan orang yang menderita TBC meningkatkan risiko penularan.

  • Orang yang tinggal atau bepergian ke daerah dengan kasus TBC tinggi: Bepergian atau tinggal di wilayah seperti Amerika Selatan, Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa Timur, di mana TBC lebih umum, meningkatkan risiko infeksi.

  • Orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan dengan risiko penularan tinggi: Pekerja di rumah sakit, puskesmas, panti asuhan, penampungan anak jalanan, dan pengungsian lebih rentan terhadap penularan TBC.

  • Bayi, anak-anak, dan remaja yang dekat dengan orang dewasa penderita TBC: Anak-anak dan remaja yang berada di sekitar penderita TBC berisiko tinggi terinfeksi, karena sistem kekebalan mereka yang belum sepenuhnya berkembang.

  • Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah: Mereka yang memiliki imunitas rendah lebih mudah terinfeksi dan berkembang menjadi penyakit TBC aktif.

  • Orang dengan penyakit yang menurunkan sistem kekebalan tubuh: Penyakit seperti HIV/AIDS, diabetes, atau rheumatoid arthritis meningkatkan risiko infeksi TBC.

  • Orang yang pernah menderita TBC dan tidak menjalani pengobatan yang benar: Mereka yang tidak menjalani pengobatan secara lengkap berisiko tinggi mengalami infeksi ulang atau kekambuhan.

Kesimpulan

Berbagai jenis tes TBC yang umum dilakukan di Indonesia, seperti tes mantoux (tes kulit TB), tes cepat molekuler (TCM TB), pemeriksaan sampel dahak, tes IGRA, dan rontgen dada, adalah prosedur yang penting untuk mendiagnosis TBC dengan akurat.

Diagnosis TBC melibatkan pemeriksaan fisik serta tes penunjang sesuai rekomendasi dokter. Jika hasil tes menunjukkan positif TBC, pengobatan harus dijalani selama minimal 6 bulan dengan kepatuhan yang ketat pada instruksi dokter untuk mencegah kambuhnya TBC dan mengurangi risiko TBC resisten obat.

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat disembuhkan jika ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, segera lakukan pemeriksaan medis jika mengalami gejala TBC. Selama masa pengobatan, pasien TBC aktif dianjurkan untuk tetap di rumah guna mencegah penyebaran infeksi. 

Jika memerlukan perawatan medis ringan, Anda bisa menggunakan layanan Homecare Dokter yang memungkinkan Anda memanggil dokter langsung ke rumah. Namun, jika memerlukan perawatan lebih serius, segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

 

Artikel ini Disusun Oleh Mirna S. Tim Medis Klinik kirana dan Sudah ditinjau oleh : dr. Hadi Purnomo - Kepala Dokter Klinik Kirana

Baca Proses Editorial Klinik Kirana disini : Proses Editorial

  • Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Tuberculosis Risk Factors. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.cdc.gov/tb/risk-factors/
  • Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Testing for Tuberculosis. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.cdc.gov/tb/testing/
  • Cleveland Clinic. Tuberculosis (TB) Test. Diakses pada 22/05/2024, dari https://my.clevelandclinic.org/health/diagnostics/22751-tuberculosis-tb-test
  • Healthline. How Can a Chest X-ray Help in Diagnosing Tuberculosis? Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.healthline.com/health/tuberculosis-x-ray
  • Healthline. Sputum Stain for Mycobacteria. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.healthline.com/health/sputum-stain-for-mycobacteria
  • Healthline. Tuberculosis. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.healthline.com/health/tuberculosis
  • Mayo Clinic. Tuberculosis. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/tuberculosis/diagnosis-treatment/drc-20351256
  • Puskesmas Puring Kebumen. Diakses pada 22/05/2024, dari https://puskesmaspuring.kebumenkab.go.id/index.php/web/post/44/apa-itu-alat-tcm
  • WebMD. TB (Tuberculosis) Tests. Diakses pada 22/05/2024, dari https://www.webmd.com/lung/tests-tuberculosis
Artikel Terkait
Artikel Terbaru